Bisakah luka yang teramat dalam ini
nanti akan sembuh ???
Bisakah kekecewaan bahkan keputus asaan
yang mengiris-iris hati berpuluh-puluh juta saudara kita ini pada akhirnya
nanti akan kikis ... !!!
Adakah kemungkinan kita akan
bisa merangkak naik kebumi dari jurang yang teramat curam dan dalam
??? Akankah api akan berkobar-kobar lagi ??? apakah asap akan membubung
lagi ??? dan memenuhi angkasa TANAH AIR
... !!!
Akankah kita semua akan bertabrakan lagi
satu sama lain, jarah menjarah satu sama lain dengan pengorbanan yang tidak
akan terkirakan ???
Adakah kemungkinan kita tahu apa yang
sebenarnya sedang kita jalani ???
Bersediakah kita sebenarnya untuk tahu
persis apa yang sesungguhnya kita cari ???
Cakrawala yang manakah yang menjadi
tujuan sebenarnya dari langkah-langkah kita ???
Pernahkah kita bertanya bagaimana cara
melangkah yang benar ???
Pernahkah kita mencoba menyesali hal-hal
yang barangkali memang perlu disesali dari prilaku-prilaku kita yang kemarin
???
Bisakah kita menumbuhkan kerendahhatian
dibalik kebanggaan-kebanggaan ???
Masih tersediakah ruang didalam dada
kita dan akal kepala kita untuk sesekali berkata kepada diri sendiri Bahwa
yang bersalah bukan hanya mereka, bahwa yang melakukan dosa bukan hanya ia,
tetapi juga kita !!!
Masih tersediakah peluang didalam
kerendahan hati kita untuk mencari apapun saja yang kira-kira kita perlukan
meskipun barangkali menyakitkan diri kita sendiri
Mencari hal-hal yang kita benar-benar butuhkan
agar supaya sakit, sakit, sakit kita ini benar-benar sembuh total.
Sekurang-kurangnya dengan perasaan
santai kepada diri sendiri untuk menyadari dengan sportif bahwa yang mesti
disembuhkan itu nomor satu bukan yang diluar diri kita tetapi didalam diri kita
Yang kita perlu utama lakukan adalah
penyembuhan diri yang kita yakini bahwa harus betul-betul disembuhkan
justru adalah segala sesuatu yang berlaku didalam hati dan akal pikiran kita
Saya ingin mengajak engkau semua
memasuki dunia ilir-ilir
Ilir-ilir…
Ilir-ilir…
Tandure wus
sumilir
Tak ijo royo-royo
Tak ijo royo-royo
Tak sengguh
temanten anyar
kanjeng
sunan Ampel seakan-akan baru hari ini bertutur kepada kita
tentang
kita, tentang segala sesuatu yang kita mengalaminya sendiri
namun
tidak kunjung sanggup kita mengerti
sejak
5 abad silam syair itu ia telah lantunkan dan tidak ada jaminan bahwa sekarang
kita sudah faham
padahal
kata-kata beliau itu mengeja kehidupan kita ini sendiri, alfa-beta, alif,
ba’, ta’, kebingungan sejarah kita dari hari ke hari
sejarah
tentang sebuah negeri, yang puncak kerusakannya terletak pada ketidaksanggupan
para penghuninya untuk mengakui betapa kerusakan itu sudah sedemikian tidak
terperi
“menggeliatlah
dari mati mu” tutur sang sunan
Siumanlah
dari pingsan berpuluh-puluh tahun bangkitlah dari nyenyak tidur panjangmu
sungguh negeri ini adalah penggalan surga,
surga
seakan-akan pernah bocor dan mencipratkan kekayaan dan keindahannya dan
cipratan keindahannya itu bernama INDONESIA
RAYA
kau
bisa tanam benih kesejahtraan apa saja diatas kesuburan tanahnya yang
tidak terkirakan
tidak
mungkin kau temukan makhluk Tuhan mu kelaparan ditengah hijau bumi kepulauan
yang bergandeng-gandeng mesra ini
bahkan
bisa engkau selenggarakan dan rayakan pengantin-pengantin pembangunan lebih
dari yang bisa dicapai oleh negeri-negeri lain yang manapun
namun
kita memang telah tidak mensyukuri rahmat sepenggal surga ini
kita
telah memboroskan anugerah Tuhan ini melalui cocok tanam ketidakadilan dan
panen-panen kerakusan …
Cah angon - cah
angon
Penekno blimbing
kuwi
Lunyu - lunyu
penekno
Kanggo mbasuh
dodotiro
kanjeng
sunan tidak memilih figur, misalnya pak jendral-pak jendral, juga bukan
intelektual-intelektual, ulama’-ulama’, seniman-seniman, sastrawan-sastrawan,
atau apa pun tetapi cah angon - cah angon
beliau
juga menuturkan, penekno blimbing kuwi, bukan penekno pelem kuwi,
bukan penekno sawo kuwi, bukan penekno buah-buah yang lain
tapi blimbing, berbujur lima, terserah apa tafsirmu mengenai Lima.
yang
jelas harus ada yang memanjat pohon yang licin itu,lunyu-lunyu penekno, agar
blimbing bisa kita capai bersama-sama dan yang harus memanjat adalah bocah
angon, anak gembala, tentu saja dia boleh seorang doktor, boleh seorang
seniman, boleh seorang kyai, boleh seorang jendral, atau siapa pun namun ia
harus memiliki daya angon daya menggembalakan, kesanggupan
untuk ngemong semua pihak. karakter untuk merangkul dan memesrahi
siapa saja sesama saudara sebangsa. Determinasi yang menciptakan garis resultan
kedamaian bersama, pemancar kasih sayang yang dibutuhkan dan diterima oleh
semua warna, semua golongan, semua kecendrungan. Bocah angon adalah
seorang pemimpin nasional bukan tokoh golongan atau pemuka suatu gerombolan.
Selicin
apapun pohon-pohon tinggi reformasi ini sang bocah angon harus
memanjatnya, harus dipanjat sampai selamat memperoleh buahnya, bukan ditebang,
dirobohkan, atau diperebutkan dan air saripati blimbing berbujur lima itu
diperlukan oleh bangsa ini untuk mencuci pakaian nasional. Pakaian adalah
akhlak, pakaian adalah sesuatu yang menjadikan manusia bukan binatang. Kalau
engkau tidak percaya berdirilah engkau didepan pasar dan copotlah pakaianmu
maka engkau kehilangan segala macam harkatmu sebagai manusia. Pakaian lah yang
membuat manusia bernama manusia, pakaian adalah pegangan nilai, landasan moral
dan sistem nilai. Sistem nilai itulah yang harus kita cuci dengan pedoman LIMA.
Dodotiro -
dodotiro
Kumitir bedhah
ing pinggir
Dondomono
jlumatono
Kanggo sebo
mengko sore
Mumpung padang
rembulane
Mumpung jembar
kalangane
Yo surak o,
surak hiyo
Dodotiro -
dodotiro kumitir bedhah ing pinggir, pakaian kebangsaan kita, harga diri
nasionalisme kita telah sobek-sobek oleh tradisi penindasan, oleh tradisi
kebodohan, oleh tradisi keserakahan yang tidak habis-habis
Dondomono
jlumatono kanggo sebo mengko sore, harus kita jahit kembali, harus kita benahi
lagi, harus kita utuhkan kembali agar supaya kita siap untuk menghadap ke masa
depan
Memang
kita sudah lir-ilir, sudah ngliler, sudah terbangun dari tidur. Sudah
bangun, sudah bangkit sesudah tidur terlalu nyenyak selama 30 tahun atau
mungkin lebih lama dari itu. Kita memang sudah bangkit, beribu-ribu kaum muda
berjuta-juta rakyat sudah bangkit keluar rumah dan memenuhi jalanan, membanjiri
sejarah dengan semangat menguak kemerdekaan yang terlalu lama diidamkan, akan
tetapi mungkin terlalu lama kita tidak merdeka sekarang kita tidak begitu
mengerti bagaimana mengerjakan kemerdekaan sehingga tidak paham beda antara
demokrasi dan anarki, terlalu lama kita tidak boleh berfikir lantas sekarang
hasil fikiran kita keliru-keliru sehingga tidak sanggup membedakan mana asap
mana api, mana emas mana loyang, mana nasi dan mana tinja, terlalu lama
kita hidup didalam ketidak menentuan nilai lantas sekarang semakin kabur
pandangan kita atas nilai-nilai yang berlaku didalam diri kita sendiri sehingga
yang kita jadikan pedoman kebenaran hanyalah kemauan kita sendiri, nafsu kita
sendiri, kepentingan kita sendiri
Terlalu
lama kita hidup dalam kegelapan sehingga kita tidak mengerti bagaimana melayani
cahaya, sehngga kita tidak becus mengursi bagaimana cahaya terang, sehingga
didalam kegelapan gerhana rembulan yang membikin kita buntu sekarang, kita
junjung-junjung penghianat dan kita buang-buang para pahlawan, kita bela
kelicikan dan kita curigai ketulusan.
Satu
tembang tidak selesai ditafsirkan dengan seribu jilid buku, satu lantunan syair
tidak selesai ditafsirkan dengan waktu seribu bulan dan seribu orang
melakukannya
Aku
ingin mengajakmu untuk berkeliling, untuk memandang warna-warni yang
bermacam-macam dengan membiarkan mereka dengan warnanya masing-masing agar kita
mengerti dengan hati dan ketulusan kita, apa muatan kalbu mereka mengenai ilir-ilir,
mengenai ijo royo-royo, mengenai temanten anyar, mengenai bocah
angon dan belimbing, mengenai mbasuh dodotiro, mengenai kumitir
bedhah ing pinggir, yang akan kita bicarakan tentu saja kapan saja
bersama-sama. Tapi aku ingin mengajakmu untuk mendengarkan, siapa saja diantara
saudara-saudara kita tanpa perlu kita larang-larang untuk menjadi ini atau
untuk menjadi itu asalkan kita bersepakat bahwa bersama-sama mereka semua kita
akan menyumbangkan yang terbaik bagi semuanya bukan hanya bagi ini atau itu,
bukan hanya bagi yang disini atau yang disana.
Oleh : Emha
Ainun Najib
Tidak ada komentar:
Posting Komentar